Pengertian Mad shilah qashirah adalah mad yang dibaca panjang dua harakat dan dikategorikan sebagai mad thabi’i sebagaimana pada pembahasan sebelumnya (pembahasan mad thabi’i). Hal itu disebabkan, karena mad shilah qashirah merupakan mad yang dibaca panjang 2 harakat dan dibaca panjang bukan karena sebab sukun atau hamzah. Selain disebut sebagai mad shilah qashirah, mad ini juga disebut dengan mad shilah shugra
Pengertian Mad Shilah Qashirah
Mad secara bahasa memiliki arti tambahan atau juga panjang.
Shilah secara bahasa bisa dimaknai dengan “lanjut”. Artinya mad tidak akan muncul kecuali ketika dibaca lanjut, atau dengan kata lain, tidak dibaca panjang (mad) kalau tidak lanjut.
Qashirah secara bahasa diartikan pendek. Tetapi dalam istilah tajwid, qashirah bisa berarti dibaca panjang 2 harakat.
Sehingga Mad Shilah Qashirah bisa diartikan dengan: “ha’ dhamir (kata ganti) yang dibaca panjang 2 harakat ketika lanjut, dengan syarat ha’ dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat”.
Ha’ dhamir adalah ha’ yang merupakan kata ganti orang ketiga (nya). Maka, jika huruf ha’ adalah huruf asli dari suatu kata (bukan kata ganti), maka tidak termasuk dalam kategori mad ini. Seperti huruf ha’ yang terdapat pada kata; نَفْقَهُ , يَنْتَهِ , فَوَاكِهُ
Pada dasarnya ha’ dhamir atau ha’ kinayah berharakat dhammah (لَهُ). Akan tetapi, berubah menjadi kasrah apabila didahului huruf berharakat kasrah (بِهِ) atau ya’ (عَلَيْهِ).
Sebab Penamaan Mad Shilah Qashirah
Sebab dinamakan mad shilah karena bacaan panjang (mad) tidak akan terwujud kecuali ketika dibaca lanjut (washal atau shilah) dan juga karena ha’ dhamir disambung dengan mad wau atau mad ya ketika dibaca lanjut.
Dinamakan qashirah karena dibaca panjang 2 harakat.
Nama lain dari mad shilah qashirah adalah mad shilah shugra. Shugra artinya kecil, yaitu mad shilah yang hanya dibaca panjang dua harakat saja. Berbeda dengan mad shilah kubra (besar), yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat.
Letak Ha’ Dhamir dan Cara Membacanya
Ha’ dhamir atau ha’ kinayah terkadang dibaca panjang (mad), terkadang juga dibaca pendek, tergantung letak dan posisi ha’ dhamir pada suatu kata.
Letak ha’ dhamir dan cara membacanya terbagi menjadi 4 macam :
1.Terletak di antara dua sukun (huruf mad dikategorikan sebagai sukun). Contoh:
Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang) ketika lanjut
2. Terletak di antara dua huruf berharakat. Contoh:
Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca panjang 2 harakat jika lanjut
3. Terletak pada huruf yang sebelumnya berharakat, tetapi sesudahnya sukun. Contoh:
Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang), ketika lanjut.
4. Terletak pada huruf yang sebelumnya sukun dan sesudahnya berharakat. Contoh:
Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang), ketika lanjut.
Bacaan di Luar Kaidah
Dalam riwayat Hafsh dari imam Ashim, ada beberapa bacaan yang dibaca di luar kaidah sebagaimana yang tadi disebutkan di atas.
1. Pada kaidah kedua; apabila ha’ dhamir diapit dua huruf berharakat, ha’ dhamir dibaca panjang 2 harakat. Namun, ada beberapa bacaan yang merupakan pengecualian dari kaidah ini:
a. Huruf ha’ pada kata ( أَرْجِهْ ) adalah ha’ dhamir, tetapi tidak dibaca panjang meskipun diapit oleh dua huruf berharakat.
Kata ini terdapat dalam surah al-A’raf ayat 111
dan surah asy-Syu’araa ayat 37
b. Huruf ha’ pada kata ( أَلْقِهْ ) di surah an-Naml ayat 28 juga tidak dibaca panjang, padahal termasuk ha’ dhamir.
c. Huruf ha’ dhamir pada kata ( يَرْضَهُ ) tidak dibaca panjang, tetapi justru dibaca pendek. Padahal ha’ dhamir terletak diantara dua huruf berharakat.
Kata ( يَرْضَهُ ) terletak dalam surah az-Zumar ayat 7
Penjelasan dari Bacaan Di Luar Kaidah Kedua
a. Sebab ha’ dhamir di sukun pada kata ( أَرْجِهْ ) dan ( أَلْقِهْ ) karena ada sebagian kabilah Arab yang membacanya dengan mensukunkan ha’ dhamir apabila didahului huruf berharakat.
b. Sedangkan ha’ dhamir dibaca pendek pada kata ( يَرْضَهُ ), karena untuk meringankan bacaan dan tidak disukun karena ha’ –nya akan menjadi samar (tidak jelas). Demikian penjelasan dalam syarh at-Thayyibah lin-Nuwairi.
Ada juga yang berpendapat bahwa ha’ dhamir pada kata ( يَرْضَهُ ) dibaca pendek karena aslinya (يَرْضَاهُ ) sehingga ha’ dibaca pendek karena didahului sukun.
2. Bacaan di luar kaidah yang berikutnya, terdapat pada kaidah keempat; apabila ha’ dhamir didahului sukun, ha’ dhamir dibaca pendek. Namun, kata ( فِيهِ ) pada surah al-Furqan ayat 69 justru dibaca panjang .
Catatan:
1. Ha’ isim isyarah pada kata ( هَذِهِ ) dikategorikan sebagai ha’ dhamir. Sehingga cara membacanya sama seperti ha’ dhamir.
Dibaca panjang dua harakat apabila terletak di antara dua huruf berharakat dan dibaca pendek jika terletak di antara huruf yang salah satunya adalah sukun.
2. Untuk sebab atau alasan pada penjelasan bacaan di luar kaidah, tidak lah menjadi dasar suatu bacaan Alquran dibaca panjang atau pendek.
Karena yang menjadi patokannya adalah adanya contoh dari Rasulullah. Sebab, bacaan Alquran bersifat tauqifi, harus mengikuti contoh bacaan dari Rasulullah yang kemudian dilanjutkan ke generasi berikutnya.
3. Setiap ha’ dhamir yang dibaca panjang, ditandai dengan wau kecil jika ha’ dhamir berharakat dhammah. Dan ditandai ya’ kecil, jika ha’ dhamir berharakat kasrah. Ini merupakan tanda yang terdapat dalam mushaf standar Madinah.
Adapun dalam mushaf standar Indonesia ditandai dengan dhammah terbalik, jika ha’ dhamir berharakat dhammah. Dan ditandai dengan harakat panjang dibawah ha’, jika ha’ dhamir berharakat kasrah.
Mad Shilah Thawilah
Setelah tadi membahas tentang mad shilah qashirah. Sekarang kita lanjutkan pembahasan kita tentang mad shilah thawilah.
Pengertian Mad Shilah Thawilah
Mad secara bahasa memiliki arti tambahan atau juga panjang.
Shilah secara bahasa bisa dimaknai dengan “lanjut”. Artinya mad tidak akan muncul kecuali ketika dibaca lanjut, atau dengan kata lain, tidak dibaca panjang (mad) kalau tidak lanjut.
Thawilah secara bahasa diartikan panjang. Yang dimaksud panjang di sini adalah lebih dari 2 harakat.
Sehingga Mad Shilah Thawilah bisa diartikan dengan: “ha’ dhamir (kata ganti) yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat ketika lanjut, dengan syarat ha’ dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat dan huruf kedua nya adalah hamzah”.
Contoh:
Sebab Penamaan Mad Shilah Thawilah
Sebab dinamakan mad shilah karena bacaan panjang (mad) tidak akan terwujud kecuali ketika dibaca lanjut (washal atau shilah) dan juga karena ha’ dhamir disambung dengan mad wau atau mad ya ketika dibaca lanjut.
Dinamakan thawilah karena dibaca panjang lebih dari 2 harakat.
Selain disebut dengan mad shilah thawilah, mad ini juga disebut dengan mad shilah kubra. Kubra artinya besar, yaitu mad shilah yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat, lebih besar dibanding dengan mad shilah shugra yang hanya 2 harakat saja.
Panjang Mad Shilah Thawilah
Mad shilah thawilah boleh dibaca panjang 2, 4 atau 5 harakat sama seperti mad jaiz munfashil. Hanya saja, ada ketentuan yang harus diperhatikan ketika membaca panjang 2 harakat. Untuk ketentuan kapan boleh dibaca panjang 2 harakat dan kapan dibaca pajnag 4 atau 5 harakat, insya Allah akan kita bahas pada saat pembahasan mad jaiz munfashil. Wallahu a’lam.
Baca juga: Mad Jaiz Munfashil [Makna dan Hukum Panjang Bacaannya]
Demikian pengertian mad shilah qashirah dan mad shilah thawilah. Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan pemahaman tentang pengertian mad shilah dan membuat pembaca faham cara membacanya, baik saat lanjut maupun saat waqaf (berhenti).
Mari tetap bersemangat untuk belajar membaca Alquran dengan benar, karena dengan bacaan yang benar, hati tenang dan agar Allah –ta’ala– menurunkan rahmat-Nya kepada kita semuanya.
Baca Juga: Mad Thabi’i; Ketentuan Bacaan yang Tidak Boleh Diabaikan