Basmalah termasuk ayat Alfatihah kah?

Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Basmalah termasuk ayat Alfatihah atau tidak? mungkin itu pertanyaan mendasar saya, apalagi akhir-akhir ini saya beberapa kali berimam dengan orang yang ketika membaca Alfatihah tidak membaca basmalah. Padahal Alfatihah kan rukun shalat, kalau bacaan Alfatihah salah atau kurang, nanti shalat saya bagaimana?.

Demikian pertanyaan saya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawabannya.

Abdullah – Jakarta

Wa alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh

Bapak Abdullah dan juga pembaca yang kami hormati.

Segala puji hanyalah milik Allah ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan nabi kita, Nabi Muhammad –shallallahu alaihi wa sallam-.

Apakah basmalah termasuk ayat Alfatihah atau kah tidak? Pertanyaan ini akan kami coba jawab melalui pendekatan riwayat bacaan dan tidak masuk terlalu dalam pada perbedaan pendapat dalam masalah fiqih.

Pokok permasalahannya ada pada kata basmalah yaitu kalimat بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ  yang ditulis dalam mushaf, apakah termasuk ayat Alquran atau kah tidak?.

Para ulama’ sepakat bahwa basmalah merupakan bagian dari ayat Alquran pada surah an-Naml ayat 30:

إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang basmalah yang ditulis di awal surah termasuk di awal surah Alfatihah.

Pembahasan kita fokuskan pada basmalah di awal Alfatihah, apakah termasuk bagian dari ayat Alfatihah atau tidak?

Dalam ilmu qira’ah (bacaan Alquran) ada istilah yang disebut dengan qira’ah sab’ah (7 varian bacaan Alquran) yang kesemuanya bersumber dari Nabi Muhammad –shallallahu alaihi wa sallam– dan masing-masing bacaan ini, memiliki imam yang meriwayatkannya. Imam-imam tersebut adalah Ibnu Katsir (Mekkah), Nafi’ (Madinah), ‘Ashim (Kufah), Kisa’i (Kufah), Hamzah (Kufah), Ibnu ‘Amir (Syam) dan Abu ‘Amr (Basrah).

Penjelasan lebih detailnya tentang qira’ah sab’ah dan para imam ini akan dibahas pada kesempatan lainnya, insya Allah.

Berkaitan dengan permasalahan basmalah di awal Alfatihah ini, terbagi menjadi dua kelompok:

Pertama; imam Mekkah dan Kufah memasukkah basmalah sebagai ayat pertama dalam surat Alfatihah. Dengan kata lain, barangsiapa yang mengikuti bacaan riwayat imam Ibnu Katsir al-Makkiy (bukan Ibnu Katsir penulis tafsir Alquran), imam ‘Ashim, imam Kisa’i dan imam Hamzah, maka basmalah adalah ayat pertama di surah Alfatihah dan wajib dibaca.

Sedangkan kelompok kedua; para imam Madinah, Syam dan Basrah tidak memasukkan basmalah ke dalam ayat Alfatihah. Itu artinya, siapa pun yang mengikuti bacaan riwayat imam Nafi’, imam Ibnu ‘Amir dan imam Abu ‘Amr, basmalah tidak termasuk bagian dari surah Alfatihah dan tidak wajib dibaca. (Silakan lihat kitab al-Qaul al-Wajiz karangan Syeikh al-Mukhallilati hal. 161).

Baca juga : Pengertian tahsin dalam ilmu tajwid

Lalu pertanyaan selanjutnya, kepada imam siapa riwayat bacaan Alquran kita atau riwayat bacaan orang Indonesia secara umum disandarkan?

Secara umum, riwayat bacaan Alquran kita merujuk kepada riwayat Hafs dari Imam ‘Ashim. Imam ‘Ashim adalah salah satu imam ahlul Kufah (penduduk Kufah). Beliau belajar Alquran dari Abu Abdirrahman as-Sulami sedangkan Abu Abdirrahman as-Sulami mengambil bacaan dari beberapa sahabat terkemuka, seperti: Abdullah ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, dan beberapa sahabat Nabi lainnya.

Dengan demikian, bacaan Alquran kita seharusnya memasukkan basmalah ke dalam ayat pertama dari surah Alfatihah. Dan dengan kata lain, basmalah harus kita baca setiap kali kita membaca Alfatihah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat.

Itulah sebabnya mushaf Alquran yang ditulis berdasarkan riwayat HAFSH dari Imam ‘ASHIM, baik yang dicetak oleh Mujamma’ Malik Fahd (penerbitan Alquran oleh kerajaan Saudi) atau yang dikenal sebagai Alquran Madinah maupun Mushaf Standar Indonesia, di akhir basmalah ditulis angka 1 (satu) yang menunjukkan bahwa basmalah adalah ayat pertama dari surah Alfatihah.

Sampai sini sebenarnya kita sudah tidak perlu berdebat lagi berkaitan dengan, apakah basmalah dibaca atau tidak ketika membaca Alfatihah. Karena kita menggunakan riwayat yang sama, yaitu riwayat Hafsh dari imam ‘Ashim (riwayat ini menyatakan bahwa basmalah termasuk bagian ayat pertama dari surah Alfatihah, kecuali apabila ada yang mempunyai riwayat yang berbeda), maka basmalah di awal surah Alfatihah harus dibaca.

Jika basmalah tidak termasuk ayat Alfatihah, apakah berarti surah Alfatihah berkurang ayatnya menjadi 6 ayat, padahal surah Alfatihah disebut dengan “tujuh ayat yang diulang-ulang”?

Bagi yang mengambil riwayat para imam Madinah, Syam dan Basrah, yang mana basmalah tidak termasuk ayat ke dalam surah Alfatihah, tidak mengurangi jumlah ayat. Dengan kata lain, surah Alfatihah tetap berjumlah 7 ayat.

Ayat yang pertama dimulai dari “alhamdulillahi…”, sedangkan ayat yang ke-enam “shiratal ladziina an’amta alaihim” dan ayat yang ke-tujuh “ghairil maghdhubi…” sampai “waladh-dhaallin“.

Jika basmalah termasuk ayat pertama surah Alfatihah, apakah itu berarti kita harus mengeraskan bacaan basmalah saat membaca Alfatihah ketika shalat jahr?

Untuk menjawab pertanyaan ini, alangkah baiknya jika kita merujuk kepada pendapat para ulama’ madzhab.

Madzhab Hanafi: membaca basmalah di awal Alfatihah tidak wajib.

Madzhab Maliki: membaca basmalah di awal Alfatihah tidak wajib. Perlu diketahui bahwa imam Malik adalah murid dari imam Nafi’-imam ahlul Madinah- yang tidak memasukkan basmalah ke dalam surah Alfatihah dan juga berdasarkan dalil-dalil lainnya.

Madzhab Syafi’i: membaca basmalah di awal Alfatihah adalah wajib karena basmalah merupakan ayat dari Alfatihah. Dibaca sirr (pelan) saat shalat sirr, dan dibaca jahr (keras) ketika shalat jahr.

Madzhab Hambali : ada dua pendapat;

  1. Membaca basmalah di awal Alfatihah tidak wajib
  2. Basmalah merupakan ayat dari surah Alfatihah (seperti madzhab Syafi’i) hanya saja, basmalah tetap dibaca sirr (pelan) meskipun Alfatihah dibaca jahr (keras) ketika shalat jahr. (lihat kitab al-Mughnikarangan Ibnu Qudamah Hal. 346-347)

Kesimpulan:

  1. Dalam riwayat yang kita gunakan, basmalah merupakan ayat dari surah Alfatihah sehingga harus dibaca ketika membaca Alfatihah.
  2. Apabila kita condong kepada madzhab Hanbali lalu kita menjadi imam dalam shalat jahr, alangkah baiknya kita mengeraskan basmalah, apabila makmum yang shalat belakang kita mengikuti madzhab Syafi’i. Demikian itu, agar tidak menimbulkan was-was di hati makmum yang shalat di belakang kita. Wallahu a’lam bish shawab

Dijawab oleh:

Wildan Abdurrahim

tahsin al-Quran

Pengertian Tahsin

Pertanyaan:

Saya mau bertanya ustad.. kadang saya suka bingung ketika teman mengajak saya untuk ikutan tahsin. Pas saya tanya, tahsin itu apa? Dia menjawad tahsin itu belajar mengaji, padahal saya sudah bisa mengaji dari kecil. Apa sebenarnya tahsin itu? Perlukah kita belajar tahsin padahal sudah bisa membaca al-Quran?

Siti, Bekasi

Jawaban:

Bismillah wal hamdu lillah, wash shalatu was salamu ala rasulillah.

Ibu Siti di Bekasi, terima kasih karena sudah bertanya pada kami. Mudah-mudahan jawaban kami membantu mengobati rasa keingintahuan ibu.

Kata tahsin berasal dari akar kata hassana yuhassinu tahsiinan (حَسَّنَ يُحَسِّنُ تَحْسِيْنًا) yang memiliki persamaan makna dengan jawwada yujawwidu tajwidan (جَوَّدَ يُجَوِّدَ تَجوِيْدًا). Maknanya adalah memperbagus dan memperindah. Sedangkan tahsin atau tajwid menurut istilah adalah memperbagus bacaan al-Quran agar sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah -shallahualaihi wa sallam- .

Perlukah kita belajar tahsin?

Membaca al-Quran tidak cukup hanya bisa saja. Namun, harus diperhatikan bagaimana kita mengucapkan hurufnya, apakah sudah benar atau belum? Jika bacaan kita masih belum benar, maka perlu mengikuti bimbingan tahsin al-Quran.

Apabila kita membaca al-Quran dan kita tahu bacaan kita masih banyak kesalahan. Namun, tidak ada upaya dari kita untuk memperbaikinya, maka bukan pahala yang kita dapat. Justru kita mendapatkan dosa. Karena kesalahan membaca al-Quran bisa menyebabkan perubahan makna.

Setidaknya ada dua kesalahan yang harus dihindari:

  1. Lahn Jaliy (kesalahan yang jelas)

Kesalahan jaliy meliputi:

  1. Pengucapan huruf yang salah. Seperti mengucapkan huruf ain tetapi yang keluar bunyi huruf hamzah. Mengucapkan huruf shad, yang terdengar huruf sin. Kesalahan ini bisa menyebabkan perubahan makna.
  2. Mengubah harakat. Contoh: Huruf ta’ pada kata (أَنْعَمْتَ) berharakat fathah, tetapi apabila dibaca dhammah (أَنْعَمْتُ), artinya akan berubah. Jika dibaca fathah, artinya “Engkau (Allah) beri nikmat”. Dan jika dibaca dhammah, maknanya “aku beri nikmat”.

Para ulama’ sepakat bahwa membaca al-Quran dengan lahn jaliy adalah haram. Barang siapa yang melakukannya dengan sengaja, maka dia telah berdosa.

  • Lahn Khafi (kesalahan yang samar)

Lahn khafi adalah kesalahan yang berkaitan dengan kaidah tajwid, seperti tidak meng-idgham-kan nun, padahal setelahnya ada huruf wau atau ya’. Tidak mensamarkan nun, padahal setelahnya ada qaf dan semisalnya. Kesalahan ini tidak berkaitan dengan bahasa Arab sehingga tidak sampai merubah makna.

Para ulama’ berbeda pandangan tentang pembaca yang jatuh pada kesalahan ini. Ada yang berpendapat haram , ada pula yang berpendapat makruh.

Pendapat yang kuat dari dua pendapat ini adalah pendapat yang pertama, yaitu haram. Sebagaimana yang di sebutkan dalam kitab “Nihayatul qaulil Mufid”; “Secara keseluruhan perubahan ini diharamkan, walapun tidak sampai mengubah makna. Akan tetapi, dapat merusak dan mengurangi keindahan al-Quran.” Lagipula bacaan yang disertai dengan idgham, ikhfa’ dan sebagainya merupakan bacaan yang diajarkan oleh Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam– kepada para sahabatnya hingga sampai kepada kita. Maka, sudah selayaknya kita mengikuti jejak mereka.

Sebelum mengakhiri pembahasan ini. Ada yang perlu diketahui oleh pembaca sekalian, belajar al-Quran tidak bisa langsung dari mushaf al-Quran meskipun tulisan mushaf tersebut sangat jelas. Dan tidak pula bisa dipelajari melalui buku, meskipun penjelasan yang ada dalam buku sangat jelas dan terperinci. Namun, belajar al-Quran harus melalui guru yang sudah bagus bacaannya. Selain kita bisa mendengar langsung bagaimana mengucapkan huruf yang benar dari lisan guru, bacaan kita pun akan diperbaiki apabila masih terdapat kesalahan bacaan.

wallahu ta’ala a’lam bis shawab

Demikian jawaban yang bisa kami berikan, semoga bermanfaat.

Catatan:

Tahsin dan tajwid secara pengertian memang memiliki kesamaan, tetapi dari segi penggunaan, kata tahsin dan tajwid -saat ini- mempunyai perbedaan. Tahsin cenderung digunakan untuk memperbaiki bacaan Alquran agar sesuai kaidah tajwid. Sementara tajwid lebih sering digunakan untuk pembahasan teori tajwid.

Baca juga artikel : Ilmu Tajwid [Pengertian dan Hukum Penerapannya]