kelas tahsin kerjasama

Kelas Tahsin Kerjasama dengan Instansi atau Lembaga Lain

kelas tahsin kerjasama

Kelas tahsin kerjasama merupakan program kerjasama kami dengan lembaga formal maupun non formal. Tujuan kelas tahsin kerjasama ini untuk memasyarakatkan belajar membaca Alquran dengan baik dan benar.

Hanya bisa membaca Alquran saja tidak lah cukup. Namun, harus diupayakan membaca Alquran dengan benar.

Lembaga bimbingan Alquran nubada adalah lembaga yang khusus bergerak di bidang pembinaan membaca Alquran, baik untuk dewasa maupun anak-anak.

Dari tingkat dasar [belum bisa membaca Alquran] hingga tingkat mahir.

Kami memadukan dua sistem belajar Alquran warisan para ulama dari generasi ke generasi. Yaitu sistem talqin (memberikan contoh bacaan yang benar) dan talaqqi (mendengarkan bacaan Alquran murid untuk dikoreksi apabila masih ada kesalahan).

Maka dalam rangka mewujudkan masyarakat yang pandai dalam membaca Alquran, kami bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti majlis ta’lim dan lain sebagainya untuk membina jamaah atau anggotanya agar memiliki bacaan Alquran yang benar.

Di antara lembaga atau majlis yang bekerjasama dengan kami adalah:

Kelas Tahsin Kerjasama dengan Majelis Ta’lim al-Bukhari

Majlis ini kebanyakan anggotanya para pensiunan yang ingin belajar membaca Alquran. Jangan salah, meskipun usia mereka bisa dibilang tidak muda, tetapi semangat mereka (untuk belajar membaca Alquran dengan benar) bisa mengalahkan semangat anak-anak muda.

Mereka sadar, bahwa meskipun lidah sudah kaku dalam mengucapkan setiap huruf hijaiyah, mereka akan terus berusaha semaksimal yang mereka mampu.

Mereka juga sangat bersyukur meskipun di usia yang sudah cukup senja, tetapi masih Allah beri kesempatan untuk belajar memperbaiki bacaan Alquran.

Dan Alhamdulillah, di antara mereka sudah mulai bisa mengucapkan dengan baik huruf shad dan membedakannya dengan huruf sin. Yang awalnya mereka cukup kesulitan untuk membedakan antara huruf tebal dan tipis.

Majelis Hijrah – Geraldton, Australia Barat

Majlis ini dibentuk karena pengalaman pendirinya yang berhijrah setelah sebelumnya hidup seperti kehidupan orang Australia pada umumnya, jauh dari kehidupan Islam.

Hingga akhirnya, beliau mendapat hidayah dari Allah lalu berhijrah dan berpindah dari Sidney menuju ke Geraldton, Australia Barat.

Di Geraldton ini lah, beliau mendirikan majelis hijrah sebagai bagian untuk memperbaiki masa lalunya dan untuk memperdalam ajaran agama Islam serta sebagai wadah atau komunitas bagi teman-temannya yang tinggal di Australia untuk membentengi diri agar tidak terjebak seperti pada kehidupan masa lalunya.

Alhamdulillah, kami (Nubada) diizinkan oleh Allah untuk membersamai mereka dalam belajar Alquran. Menambah yang masih kurang dan memperbaiki agar lebih sempurna. Kami akan terus berupaya agar bacaan Alquran mereka semakin baik dan benar.

“Alhamdulillah setelah belajar tahsin di lembaga Nubada, saya jadi lebih memahami bagaimana membaca ayat Alquran dengan baik dan benar karena selama ini saya merasa sudah benar belajar membaca Alquran tapi ternyata banyak yang harus diperbaiki.

Syukron atas ilmu tahsin yang sudah diajarkan kepada saya dan teman-teman saya di Geraldton Western Australia dan juga teman-teman saya di Jakarta dan sekitarnya. insyaa Allah kami akan terus istiqomah untuk terus belajar agar dapat bisa menerapkan cara membaca Alquran dengan baik dan benar di kehidupan kami sehari2. Aamiin Allahumma Aamiin”

Selain dua majelis di atas, masih ada lembaga-lembaga lain yang bekerjasama dengan kami dalam bimbingan membaca Alquran, seperti: sekolah, rumah quran, TPA dan lain sebagainya.

Kami akan terus membuka kesempatan untuk bekerjasama dengan instansi atau lembaga lain, dengan harapan dan tujuan agar bimbingan membaca Alquran dengan benar semakin memasyarakat dan menjadikan kaum Muslimin Indonesia bukan hanya bisa membaca Alquran saja. Namun, bisa membaca Alquran dengan baik dan benar, serta mampu menerapkan nilai-nilai Alquran dalam kehidupan sehari-hari.

Lembaga Anda berminat bekerjasama dengan kami? Hubungi kami di 0812 7000 5210

Pengen tau apa yang akan diperbaiki di program tahsin, klik di sini

Untuk menambah wawasan ilmu tajwid Anda, silakan baca artikel tajwid kami di sini

Bolehkah wanita haid membaca Alquran

Bolehkah Wanita Haid Membaca Alquran?

Bolehkah wanita haid membaca Alquran
Photo by Alena Darmel from Pexels

Bolehkah wanita haid membaca Alquran? Akhir-akhir ini, pertanyaan semacam ini sering terjadi.

Hal ini disebabkan karena kebutuhan yang mendesak akan jawaban dari pertanyaan tersebut, mengingat sistem pembelajaran saat ini; baik di sekolah maupun universitas, yang mengharuskan peserta didik untuk mengikuti secara rutin setiap mata pelajaran termasuk pelajaran Alquran, dan tidak boleh meninggalkan mata pelajaran tersebut kecuali karena suatu hal yang mendesak.

Problem yang sama juga di alami oleh lembaga pendidikan Alquran, di mana mereka mempunyai kurikulum yang harus diselesaikan pada waktu tertentu dan tentu saja, hal ini akan terhambat, apabila guru atau peserta didik sedang haid atau menstruasi.

Lalu apa sih sebenarnya hukum membaca Alquran bagi wanita haid?

Pertama:

Permasalahan hukum membaca Alquran bagi wanita haid adalah masalah khilafiyah, yaitu terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama.

Oleh karena itu, diharapkan untuk saling menghormati satu sama lain, jika memilih salah satu dari pendapat yang nanti akan kami paparkan pada artikel ini.

Tidak boleh saling mengingkari atau saling mencela, karena ini adalah masalah perbedaan ijtihad para Ulama.

لَا إِنْكَارَ فِى مَسَائِلِ الاِجْتِهَادِ

“Tidak boleh ada pengingkaran pada masalah ijtihad”

Kedua: Bolehkah wanita haid membaca Alquran ?

Berkaitan dengan pendapat para ulama mengenai hukum wanita haid membaca Alquran, maka terdapat dua pendapat.

Pendapat pertama tentang bolehkah wanita haid membaca Alquran:

Wanita haid tidak boleh membaca Alquran.

Yang berpendapat demikian adalah ulama dari kalangan madzhab Hanafi, Syafi’i dan riwayat yang masyhur dari madzhab Hanbali.

Yang menjadi dasar mereka berpendapat demikian adalah beberapa hadits, di antaranya:

عن -النبي صلى الله عليه وسلم- قال: لَا تَقْرَاُ الْحَائِضُ وَلَا الْجُنُبُ شَيْئاً مِنَ القُرْآنِ

 “Jangan lah wanita haid dan juga orang junub untuk membaca sesuatu dari ayat Alquran

Pendapat Kedua tentang bolehkah wanita haid membaca Alquran:

Wanita haid tidak dilarang membaca Alquran secara mutlak.

Ini merupakan pendapat madzhab Maliki, pendapat lama imam Syafi’i, salah satu pendapat yang diriwayatkan dari imam Ahmad dan pendapat Said bin Musayyab.

Madzhab Maliki mengatakan bahwa :

boleh bagi wanita haid dan nifas membaca Alquran secara mutlak ketika darah masih mengalir, baik karena takut lupa maupun tidak.

Apabila darah sudah berhenti, maka tidak boleh membaca Alquran hingga dia mandi kecuali kalau takut lupa (maka dibolehkan membaca Alquran).

Dalam kitab at-tuhfah ar-radliyyah fi fiqhi as-saadah al malikiyyah disebutkan:

Wanita haid boleh membaca Alquran secara mutlak tanpa menyentuh mushaf, selama darah masih mengalir, maka apabila darah berhenti, tidak boleh membaca Alquran hingga dia mandi.

ini adalah pendapat yang dipegang (oleh madzhab Maliki).

Dr. Zaidan mengatakan:

Madzhab Maliki berpendapat wanita haid boleh membaca Alquran, sedangkan kalau junub tidak boleh.

Karena waktu haid itu lama, apabila tidak diperbolehkan membaca Alquran, maka kami khawatir, wanita haid tersebut akan lupa (bacaan/hafalan) Alquran.

Dalil yang digunakan oleh pendapat kedua:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَذْكُرُ إِلَّا الْحَجَّ فَلَمَّا جِئْنَا سَرِفَ طَمِثْتُ فَدَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي فَقَالَ مَا يُبْكِيكِ قُلْتُ لَوَدِدْتُ وَاللَّهِ أَنِّي لَمْ أَحُجَّ الْعَامَ قَالَ لَعَلَّكِ نُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّ ذَلِكِ شَيْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَافْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

Dari Aisyah –radliyallahu anha-, beliau berkata:

Kami keluar bersama Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan tidak ada yang kami ingat kecuali untuk menunaikan haji.

Ketika kami sampai di suatu tempat bernama Sarif, aku mengalami haid.

Lalu Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- masuk menemuiku saat aku sedang menangis.

Maka beliau bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?”

Aku jawab, “Demi Allah, pada tahun ini aku tidak bisa melaksanakan haji!”

Beliau berkata: “Barangkali kamu mengalami haid?”

Aku jawab, “Benar.”

Beliau pun bersabda: “Yang demikian itu adalah perkara yang sudah Allah tetapkan buat puteri-puteri keturunan Adam.

Maka lakukanlah apa yang dilakukan orang yang berhaji kecuali thawaf di Ka’bah hingga kamu suci.”

Poin yang dijadikan landasan dari hadits ini adalah sabda Nabi yang berbunyi “Maka lakukanlah apa yang dilakukan orang yang berhaji “.

Itu berarti wanita haid boleh melakukan apa saja yang dilakukan oleh orang yang berhaji.

Atau dengan kata lain, semua amalan haji diperbolehkan bagi wanita haid termasuk dzikir dan membaca Alquran.

Sedangkan yang dilarang adalah thawaf di ka’bah.

Hukum memegang Alquran bagi wanita haid

Semua ulama (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) sepakat bahwa wanita haid tidak boleh memegang mushaf Alquran.

Sedangkan memegang kitab tafsir yang di dalamnya terdapat ayat-ayat Alquran, secara umum para ulama membolehkan memegangnya, jika tafsirnya lebih banyak daripada ayat Alquran.

Adapun dalam madzhab Maliki, mereka membolehkan wanita haid dan nifas memegang mushaf, apabila dia seorang pengajar atau pelajar Alquran.

Yang menjadi alasan madzhab Maliki adalah karena mereka (wanita haid dan nifas) tidak mampu menghilangkan hadats haid dan nifas nya kecuali ketika habis masanya.

Berbeda dengan orang yang junub, mereka tetap tidak boleh memegang mushaf Alquran meskipun pengajar atau pelajar Alquran karena mereka bisa menghilangkan hadats besarnya dengan mandi atau tayammum sebelum memegang mushaf Alquran.

Dalil yang digunakan para ulama dalam mengharamkan wanita haid dan nifas memegang mushaf Alquran adalah firman Allah (Alquran) dan hadits Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-

Firman Allah [surah Al-Waqi’ah ayat 79-80]

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ    تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Tidak boleh menyentuhnya selain orang yang suci, wahyu yang turun dari Tuhan semesta alam”

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah melarang menyentuh atau memegang Alquran bagi orang yang tidak suci.

Dan orang yang berhadats tidak termasuk orang yang suci. Maka tidak boleh menyentuh atau memegang mushaf Alquran.

Kemudian dalam ayat tersebut Allah menyebutkan “wahyu yang turun”, maka secara dzhahirnya bahwa Alquran yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Alquran yang berada di tengah-tengah manusia (bukan Alquran yang berada di lauh mahfuzh).

Hadits Nabi

Berdasarkan beberapa hadits, di antaranya adalah hadits riwayat Ibnu Umar bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

لَا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ

“Tidak boleh menyentuh Alquran kecuali orang yang suci”

Dengan demikian, semua ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar, baik itu haid, nifas maupun junub tidak boleh memegang mushaf Alquran sebagai bentuk penghormatan terhadap firman Allah.

Kesimpulan:

1. Bahwa hukum membaca Alquran bagi wanita haid adalah masalah khilafiyah, sehingga tidak perlu saling mencela satu sama lain

2. Bagi wanita yang sedang haid sebaiknya tidak membaca Alquran agar keluar dari perbedaan tersebut.

Meskipun tidak diperbolehkan membaca Alquran, wanita haid tetap diperbolehkan mendengar bacaan Alquran melalui audio maupun video dan diperbolehkan juga membaca Alquran dalam hati.

3. Bagi wanita yang sedang haid dan dia mempunyai tanggung jawab mengajar atau belajar Alquran, bisa mengambil pendapat dari madzhab Maliki, yaitu boleh membaca Alquran bagi pengajar dan pelajar Alquran dan sebaiknya tanpa perlu memegang mushaf (membaca Alquran melalui HP).

Ini lah pendapat yang dipilih oleh banyak para ulama kontemporer (tentang bolehnya membaca Alquran bagi guru dan pelajar alquran yang sedang haid), di antaranya adalah syeikh Ali ath-Thanthawi.

Demikian jawaban dari pertanyaan “bolehkah wanita haid membaca Alquran?” yang kami kutip dari berbagai sumber, seperti al-mausu’ah al-fiqhiyyah al-kuwaitiyyah dan lain nya.

Semoga tulisan ini menjadi jalan keluar bagi wanita yang sedang haid dan bimbang:

apakah akan terus belajar Alquran padahal sedang haid, sedangkan apabila tidak belajar, materinya akan tertinggal terus setiap kali haid

atau guru Alquran yang mempunyai tanggung jawab untuk mengajar, yang belum tentu dengan mudah mendapatkan pengganti untuk mengajar Alquran selama haid.

Wallahu a’lam bish shawab. [Wildan, Lc].

Ingin membaca artikel tentang ilmu tajwid? Silakan pilih kategori tajwid atau tekan di sini

qalqalah

Qalqalah [Pengertian, Huruf dan Sebab Qalqalah]

qalqalah

Qalqalah – merupakan bagian dari sifat huruf yang tidak mempunyai lawan. Seperti yang sudah dijelaskan pada artikel tentang “sifat huruf” bahwa sifat huruf terbagi menjadi dua; pertama; sifat huruf yang memiliki lawan dan kedua; sifat huruf yang tidak mempunyai lawan. Dan qalqalah termasuk kategori sifat yang kedua.

Silakan baca: Sifat Huruf Hijaiyah; Hal yang Harus Dikuasai Pembaca Alquran [2]

Pengertian Qalqalah

Secara bahasa qalqalah berarti gerakan atau pantulan.

Sedangkan pengertian qalqalah menurut istilah tajwid adalah “munculnya pantulan suara ketika mengucapkan huruf saat sukun”.

Huruf Qalqalah:

Huruf qalqalah ada lima huruf, yaitu; qaf, tha, ba’ jim dan dal yang tersusun dalam kalimat

قُطْبُ جَدٍ

sebagaimana yang disebutkan oleh imam al-Jazari dalam nadhamnya:

صَفِيرُهَا صَادٌ وَزَاىٌ سِينُ … قَلْقَلَةٌ قُطْبُ جَدٍ وَاللِّينُ

Sifat shafir (terdapat pada) shad, zai dan sin

sifat qalqalah (hurufnya tersusun dalam) quthbu jadin (qaf, tha’, ba’, jim dan dal)

Sebab Qalqalah:

Sebab qalqalah adalah karena terkumpulnya dua sifat pada suatu huruf.

Yaitu, sifat syiddah (tertahannya suara) dan sifat jahr (tertahannya nafas) pada huruf qalqalah, sehingga terdapat kesulitan dalam pengucapan huruf tersebut saat sukun.

Oleh sebab itu, huruf-huruf tersebut dibaca dengan memantul ketika sukun agar kesulitan tersebut teratasi.

Cara Membaca Qalqalah:

Qalqalah (memantul) terjadi pada huruf yang memiliki sifat syiddah dan jahr pada saat sukun.

Pada dasarnya, huruf yang dibaca sukun itu menempel pada makhrajnya (bukan menjauh).

Misal: sukun pada huruf mim, maka bibir atas dan bibir bawah menempel.

Namun, pada huruf qalqalah, setelah menempel pada makhrajnya ketika dibaca sukun, kemudian menjauh dari makhrajnya tanpa membuka rahang (jika membuka rahang akan menjadi harakat fathah),

atau tanpa menurunkan rahang bawah sedikit (jika menurunkan rahang bawah akan menjadi harakat kasrah),

atau tanpa memonyongkan mulut (jika memonyongkan mulut akan menjadi harakat dhammah).

Catatan:

Agar lebih jelas, sebaiknya belajar langsung pada guru yang bagus bacaan Alquran-nya, agar tidak salah dalam membacanya.

Pembagian Qalqalah:

Para Ulama tajwid berbeda pendapat tentang pembagian qalqalah.

Ada yang membaginya menjadi 3 bagian. Ada juga yang membaginya menjadi 2 bagian saja.

Pendapat Pertama

Qalqalah dibagi menjadi 3 bagian:

1. Qalqalah shagiira/shugra; yaitu apabila ada huruf qalqalah yang dibaca sukun di tengah bacaan.

Contoh:

qalqalah

2. Qalqalah kabiirah/kubra; yaitu apabila ada huruf qalqalah yang dibaca sukun di akhir bacaan (waqaf).

Contoh:

qalqalah

3. Qalqalah akbar; yaitu apabila ada huruf qalqalah yang bertasydid dan dibaca sukun sebab waqaf.

Contoh:

qalqalah

Catatan:

Ada pula yang membaginya dengan; sughra, wustha dan kubra.

Pendapat Kedua

Qalqalah dibagi menjadi 2 bagian:

1. Qalqalah shagiira/shugra; yaitu apabila ada huruf qalqalah yang dibaca sukun di tengah bacaan.

Contoh:

2. Qalqalah kabiirah/kubra; yaitu apabila ada huruf qalqalah dibaca sukun di akhir bacaan (waqaf), baik huruf tersebut bertasydid maupun tidak.

Contoh:

Catatan:

Yang termasuk berpendapat dengan pendapat yang kedua adalah Dr. Aiman Rusydi Suwaid.

Beliau beralasan bahwa huruf qalqalah yang bertasydid ketika waqaf, maka yang dipantulkan hanya satu huruf saja; yaitu huruf yang kedua. Sehingga tidak ada bedanya dengan waqaf pada huruf yang tidak bertasydid.

Itulah sebabnya beliau tidak membedakan antara qalqalah kubra dengan qalqalah akbar, sehingga pembagian qalqalah hanya dua saja dalam pandangan beliau.

Apakah Qalqalah termasuk sifat lazimah atau ‘aridlah?

Setidaknya ada 3 pendapat berkaitan dengan; apakah qalqalah termasuk sifat lazimah (melekat pada huruf dan tidak terpisahkan) atau sifat a’ridlah (kadang muncul dan kadang tidak muncul).

Pendapat Pertama

Qalqalah termasuk sifat lazimah, baik saat sukun maupun ketika berharakat, hanya saja pada saat berharakat, sifat qalqalah tidak tampak.

Alasan pendapat pertama:

a. Para ulama ketika membahas sifat qalqalah, masuk ke dalam pembahasan sifat lazimah, seperti shafir, liin, inhiraf, dan lain sebagainya. Seperti yang terdapat dalam nadham imam al-Jazari saat menyebutkan sifat lazimah yang tidak memiliki lawan.

Selain itu, beliau juga tidak secara jelas menyebutkan bahwa qalqalah harus sukun.

صَفِيرُهَا صَادٌ وَزَاىٌ سِينُ … قَلْقَلَةٌ قُطْبُ جَدٍّ وَاللِّينُ

وَاوٌ وَيَاءٌ سَكَنَا وَانْفَتَحَا … قَبْلَهُماَ وَالاِنْحِرَافُ صُحَّحَا

Sifat shafir (terdapat pada) shad, zai dan sinqalqalah (hurufnya) quthbu jadin dan liin

(Yaitu) wau dan ya sukun yang fathah …. sebelumnya (wau dan ya’ sukun yang didahului fathah)

Pada nadham ini, imam al-Jazari tidak secara spesifik menyebut bahwa qalqalah harus sukun seperti ketika beliau menyebutkan sifat liin yang secara jelas beliau mengatakan; wau dan ya’ sukun yang didahului fathah.

Jika qalqalah hanya ada pada sukun, tentu beliau akan menyebutkan dalam nadham-nya tersebut, sama seperti ketika menjelaskan sifat liin, dan itu tentu mudah bagi beliau.

b. Berdasarkan nadhamnya imam al-Jazari yang berbunyi:

وَبَيِّنَنْ مُقَلْقَلاً إِنْ سَكَنَا … وَإِنْ يَكُنْ فِي الْوَقْفِ كَانَ أَبْيَنَا

Dan perjelas qalqalah apabila sukun  …  dan saat waqaf, qalqalah lebih jelas lagi

Pada nadhamnya ini menunjukkan bahwa saat harakat pun ada qalqalahnya, hanya saja tidak jelas, kemudian saat sukun, qalqalah diperjelas dan apabila waqaf, qalqalah lebih jelas.

Pendapat Kedua

Qalqalah termasuk sifat lazimah. Namun, hanya pada huruf sukun saja dan tidak terdapat pada huruf yang berharakat.

Mereka berpandangan bahwa meskipun lazimah, tidak harus ada pada huruf berharakat karena sifat lazimah termasuk sifat yang tidak memiliki lawan, yang mana jika tidak ada sifat tersebut, akan beralih ke sifat lawannya.

Alasan pendapat kedua hampir sama dengan pendapat pertama, mereka juga menggunakan nadham imam al-jazari sebagai dasar pendapat mereka.

a. Pembahasan sifat qalqalah, masuk ke dalam pembahasan sifat lazimah, seperti shafir, liin, inhiraf, dan lain sebagainya.

b. Yang melandasi pendapat kedua bahwa qalqalah hanya ada pada sukun saja adalah nadham imam al-Jazari:

وَبَيِّنَنْ مُقَلْقَلاً إِنْ سَكَنَا … وَإِنْ يَكُنْ فِي الْوَقْفِ كَانَ أَبْيَنَا

Dan perjelas qalqalah apabila sukun  …  dan saat waqaf, qalqalah lebih jelas lagi

Berdasarkan nadham ini, qalqalah hanya ada pada sukun saja, dan tidak ada saat berharakat.

Pendapat Ketiga

Qalqalah termasuk sifat aridlah (kadang muncul, kadang juga tidak muncul).

Karena qalqalah muncul saat sukun dan tidak muncul saat berharakat.

Yang menjadi alasan pendapat yang ketiga adalah, karena qalqalah hanya muncul saat sukun saja dan tidak ada saat berharakat, maka itu merupakan ciri dari sifat aridlah dan bukan sifat lazimah.

Karena kalau qalqalah itu termasuk sifat lazimah, harusnya ada dalam kondisi apapun, baik sukun maupun berharakat.

Yang termasuk berpendapat dengan pendapat ketiga ini adalah Dr. Aiman Rusydi Suwaid saat beliau menjelaskan tentang sifat qalqalah dalam salah ceramah atau seminar beliau.

Kesimpulan

Qalqalah adalah memantulkan suara ketika mengucapkan huruf saat sukun.

Terlepas dari perbedaan pendapat para ulama tentang qalqalah tersebut (apakah termasuk sifat lazimah atau aridlah?), semuanya sepakat bahwa saat sukun (baik itu sukun asli, maupun sukun yang muncul sebab waqaf), huruf qalqalah harus dipantulkan atau dibaca memantul.

Dan tidak ada satu pun yang berpendapat bahwa qalqalah boleh tidak dipantulkan saat sukun.

Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang sifat qalqalah, yang kami kutip dan ambil dari berbagai sumber.

Semoga dapat menambah wawasan baru tentang ilmu Tajwid bagi para pembaca sekalian, khususnya berkaitan dengan sifat qalqalah. wallahu a’lam bis shawab. [Wildan, Lc]

Baca juga: Mad Lazim Kalimi Mutsaqqal [Pengertian dan Hukum Bacaannya]