pengertian mad shilah qashirah adalah

Pengertian Mad Shilah Qashirah dan Mad Shilah Thawilah

pengertian mad shilah qashirah adalah

Pengertian Mad shilah qashirah dan contoh mad shilah qashirah akan di jelaskan secara mendetail pada artikel ini ini.

Mad shilah qashirah adalah mad yang dibaca panjang dua harakat dan dikategorikan sebagai mad thabi’i sebagaimana pada pembahasan sebelumnya (pembahasan mad thabi’i). Hal itu disebabkan, karena mad shilah qashirah merupakan mad yang dibaca panjang 2 harakat dan dibaca panjang bukan karena sebab sukun atau hamzah.  Selain disebut sebagai mad shilah qashirah, mad ini juga disebut dengan mad shilah shugra

Pengertian Mad Shilah Qashirah

Mad secara bahasa memiliki arti tambahan atau juga panjang.

Shilah secara bahasa bisa dimaknai dengan “lanjut”. Artinya mad tidak akan muncul kecuali ketika dibaca lanjut, atau dengan kata lain, tidak dibaca panjang (mad) kalau tidak lanjut.

Qashirah secara bahasa diartikan pendek. Tetapi dalam istilah tajwid, qashirah bisa berarti dibaca panjang 2 harakat.

Sehingga Mad Shilah Qashirah bisa diartikan dengan: “ha’ dhamir (kata ganti) yang dibaca panjang 2 harakat ketika lanjut, dengan syarat ha’ dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat”.

Ha’ dhamir adalah ha’ yang merupakan kata ganti orang ketiga (nya). Maka, jika huruf ha’ adalah huruf asli dari suatu kata (bukan kata ganti), maka tidak termasuk dalam kategori mad ini. Seperti huruf ha’ yang terdapat pada kata;  نَفْقَهُ , يَنْتَهِ , فَوَاكِهُ

Pada dasarnya ha’ dhamir atau ha’ kinayah berharakat dhammah (لَهُ). Akan tetapi, berubah menjadi kasrah apabila didahului huruf berharakat kasrah (بِهِ) atau ya’ (عَلَيْهِ).

Sebab Penamaan Mad Shilah Qashirah

Sebab dinamakan mad shilah karena bacaan panjang (mad) tidak akan terwujud kecuali ketika dibaca lanjut (washal atau shilah) dan juga karena ha’ dhamir disambung dengan mad wau atau mad ya ketika dibaca lanjut.

Dinamakan qashirah karena dibaca panjang 2 harakat.

Nama lain dari mad shilah qashirah adalah mad shilah shugra. Shugra artinya kecil, yaitu mad shilah yang hanya dibaca panjang dua harakat saja. Berbeda dengan mad shilah kubra (besar), yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat.

Letak Ha’ Dhamir dan Cara Membacanya

Ha’ dhamir atau ha’ kinayah terkadang dibaca panjang (mad), terkadang juga dibaca pendek, tergantung letak dan posisi ha’ dhamir pada suatu kata.

Letak ha’ dhamir dan cara membacanya terbagi menjadi 4 macam :

1.Terletak di antara dua sukun (huruf mad dikategorikan sebagai sukun).  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang) ketika lanjut

2. Terletak di antara dua huruf berharakat. Inilah Contoh Mad Shilah Qashirah.  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca panjang 2 harakat jika lanjut

3. Terletak pada huruf yang sebelumnya berharakat, tetapi sesudahnya sukun.  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang), ketika lanjut.

4. Terletak pada huruf yang sebelumnya sukun dan sesudahnya berharakat.  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang), ketika lanjut.

Bacaan di Luar Kaidah

Dalam riwayat Hafsh dari imam Ashim, ada beberapa bacaan yang dibaca di luar kaidah sebagaimana yang tadi disebutkan di atas.

1. Pada kaidah kedua; apabila ha’ dhamir diapit dua huruf berharakat, ha’ dhamir dibaca panjang 2 harakat. Namun, ada beberapa bacaan yang merupakan pengecualian dari kaidah ini:

a. Huruf ha’ pada kata ( أَرْجِهْ )  adalah ha’ dhamir, tetapi tidak dibaca panjang meskipun diapit oleh dua huruf berharakat.

Kata ini terdapat dalam surah al-A’raf ayat 111

dan surah asy-Syu’araa ayat 37

b. Huruf ha’ pada kata ( أَلْقِهْ ) di surah an-Naml ayat 28  juga tidak dibaca panjang, padahal termasuk ha’ dhamir.

c. Huruf ha’ dhamir pada kata ( يَرْضَهُ ) tidak dibaca panjang, tetapi justru dibaca pendek. Padahal ha’ dhamir terletak diantara dua huruf berharakat.

Kata ( يَرْضَهُ ) terletak dalam surah az-Zumar ayat 7

mad shilah qashirah

Penjelasan dari Bacaan Di Luar Kaidah Kedua

a. Sebab ha’ dhamir di sukun pada kata ( أَرْجِهْ ) dan ( أَلْقِهْ ) karena ada sebagian kabilah Arab yang membacanya dengan mensukunkan ha’ dhamir apabila didahului huruf berharakat.

b. Sedangkan ha’ dhamir dibaca pendek pada kata ( يَرْضَهُ ), karena untuk meringankan bacaan dan tidak disukun karena ha’ –nya akan menjadi samar (tidak jelas). Demikian penjelasan dalam syarh at-Thayyibah lin-Nuwairi.

Ada juga yang berpendapat bahwa ha’ dhamir pada kata ( يَرْضَهُ ) dibaca pendek karena aslinya (يَرْضَاهُ  ) sehingga ha’ dibaca pendek karena didahului sukun.

2. Bacaan di luar kaidah yang berikutnya, terdapat pada kaidah keempat; apabila ha’ dhamir didahului sukun, ha’ dhamir dibaca pendek. Namun, kata ( فِيهِ ) pada surah al-Furqan ayat 69 justru dibaca panjang .

Catatan:

1. Ha’ isim isyarah pada kata (  هَذِهِ ) dikategorikan sebagai ha’ dhamir. Sehingga cara membacanya sama seperti ha’ dhamir. dan dimasukkan ke dalam contoh mad shilah qashirah

Dibaca panjang dua harakat apabila terletak di antara dua huruf berharakat dan dibaca pendek jika terletak di antara huruf yang salah satunya adalah sukun.

2. Untuk sebab atau alasan pada penjelasan bacaan di luar kaidah, tidak lah menjadi dasar suatu bacaan Alquran dibaca panjang atau pendek.

Karena yang menjadi patokannya adalah adanya contoh dari Rasulullah. Sebab, bacaan Alquran bersifat tauqifi, harus mengikuti contoh bacaan dari Rasulullah yang kemudian dilanjutkan ke generasi berikutnya.

3. Setiap ha’ dhamir yang dibaca panjang, ditandai dengan wau kecil jika ha’ dhamir berharakat dhammah. Dan ditandai ya’ kecil, jika ha’ dhamir berharakat kasrah. Ini merupakan tanda yang terdapat dalam mushaf standar Madinah.

Adapun dalam mushaf standar Indonesia ditandai dengan dhammah terbalik, jika ha’ dhamir berharakat dhammah. Dan ditandai dengan harakat panjang dibawah ha’, jika ha’ dhamir berharakat kasrah.

Mad Shilah Thawilah

Setelah tadi membahas tentang mad shilah qashirah. Sekarang kita lanjutkan pembahasan kita tentang mad shilah thawilah.

Pengertian Mad Shilah Thawilah

Mad secara bahasa memiliki arti tambahan atau juga panjang.

Shilah secara bahasa bisa dimaknai dengan “lanjut”. Artinya mad tidak akan muncul kecuali ketika dibaca lanjut, atau dengan kata lain, tidak dibaca panjang (mad) kalau tidak lanjut.

Thawilah secara bahasa diartikan panjang. Yang dimaksud panjang di sini adalah lebih dari 2 harakat.

Sehingga Mad Shilah Thawilah bisa diartikan dengan: “ha’ dhamir (kata ganti) yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat ketika lanjut, dengan syarat ha’ dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat dan huruf kedua nya adalah hamzah”.

Contoh:

mad shilah thawilah
mad shilah thawilah

Sebab Penamaan Mad Shilah Thawilah

Sebab dinamakan mad shilah karena bacaan panjang (mad) tidak akan terwujud kecuali ketika dibaca lanjut (washal atau shilah) dan juga karena ha’ dhamir disambung dengan mad wau atau mad ya ketika dibaca lanjut.

Dinamakan thawilah karena dibaca panjang lebih dari 2 harakat.

Selain disebut dengan mad shilah thawilah, mad ini juga disebut dengan mad shilah kubra. Kubra artinya besar, yaitu mad shilah yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat, lebih besar dibanding dengan mad shilah shugra yang hanya 2 harakat saja.

Panjang Mad Shilah Thawilah

Mad shilah thawilah boleh dibaca panjang 2, 4 atau 5 harakat sama seperti mad jaiz munfashil. Hanya saja, ada ketentuan yang harus diperhatikan ketika membaca panjang 2 harakat. Untuk ketentuan kapan boleh dibaca panjang 2 harakat dan kapan dibaca pajnag 4 atau 5 harakat, insya Allah akan kita bahas pada saat pembahasan mad jaiz munfashil. Wallahu a’lam.

Baca juga: Mad Jaiz Munfashil [Makna dan Hukum Panjang Bacaannya]

Demikian pengertian mad shilah qashirah dan contoh mad shilah qashirah dan juga pembahasan tentang mad shilah thawilah. Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan pemahaman tentang pengertian mad shilah dan membuat pembaca faham cara membacanya, baik saat lanjut maupun saat waqaf (berhenti).

Mari tetap bersemangat untuk belajar membaca Alquran dengan benar, karena dengan bacaan yang benar, hati tenang dan agar Allah –ta’ala– menurunkan rahmat-Nya kepada kita semuanya.

Baca Juga: Mad Thabi’i; Ketentuan Bacaan yang Tidak Boleh Diabaikan

mad thabi'i

Mad Thabi’i; Ketentuan Bacaan yang Tidak Boleh Diabaikan

mad thabi'i

Mad thabi’i adalah salah satu bagian penting dan harus diperhatikan dalam membaca Alquran. Mengabaikan mad thabi’i bisa berakibat pada masuknya seorang pembaca pada lahn jaliy (kesalahan jelas) yang mana kesalahan ini bisa berakibat pada perubahan makna. Misal; jika ada bacaan yang harusnya dibaca panjang justru dibaca pendek atau bacaan pendek malah dibaca panjang.

Pembaca sekalian, sebelum kita lebih jauh membahas tentang mad thabi’i, mari kita fahami dulu apa pengertian mad dan apa makna dari kata “thabi’i” itu sendiri. Hal ini bertujuan agar pembaca bisa mengenal lebih baik tentang mad thabi’i.

Pengertian Mad

Mad secara bahasa memiliki arti az-ziyaadah [tambahan]

Sedangkan menurut istilah tajwid, mad adalah memanjangkan suara dengan huruf dari huruf mad dan lin* atau salah satu dari dua huruf lin**.

Huruf mad dan lin adalah

Alif yang didahului fathah

mad thabi'i

Ya’ sukun yang didahului kasrah

mad thabi'i

dan Wau sukun yang didahului dhammah.

mad thabi'i

Dua huruf lin adalah wau sukun yang didahului fathah dan ya’ sukun yang didahului fathah.

Panjang Bacaan Mad

Untuk mengukur panjangnya mad, para ulama menganalogikan panjang atau lamanya suatu bacaan dengan harakat. Harakat adalah durasi (lamanya waktu) ketika mengucapkan suatu huruf; baik itu fathah, kasrah atau pun dhammah. Contoh:

Setiap huruf yang diberi harakat (seperti بَ) dihitung sebagai satu harakat. Misalnya, jika ada huruf بَ, maka itu dianggap sebagai satu hitungan harakat.

Jika terdapat dua huruf dengan harakat, seperti بَ بَ, maka hitungannya menjadi dua harakat. Setiap huruf yang memiliki harakat dihitung secara terpisah, sehingga dua huruf berarti dua harakat.

Begitu juga dengan tiga huruf berharakat, seperti بَ بَ بَ, hitungannya menjadi tiga harakat. Setiap huruf yang diberi harakat tetap dihitung sebagai satu harakat, sehingga tiga huruf berarti tiga harakat.

Prinsip ini berlaku seterusnya untuk setiap huruf yang diberi harakat. Setiap tambahan huruf berharakat akan menambah satu hitungan harakat. Dengan demikian, hitungan harakat selalu mengikuti jumlah huruf yang diberi harakat.

Pembagian Mad

Secara garis besar, mad dibagi menjadi dua macam, yaitu mad Ashli (mad thabi’i) dan mad far’i

Mad Thabi’i

Mad thabi’i atau bisa juga disebut dengan mad ashli, adalah mad yang mana setiap huruf yang dibaca panjang tidak bisa terlepas dari mad ini (mad ashli) dan mad yang tidak disebabkan karena hamzah atau sukun.

Yang dimaksud dengan: “setiap huruf yang dibaca panjang tidak bisa terlepas dari mad ini (mad ashli)” adalah bahwa pada dasarnya, setiap huruf yang dibaca panjang adalah mad ashli atau mad thabi’i (jika setelahnya tidak ada hamzah atau sukun).

Mad thabi’i dibaca panjang 2 (dua) harakat. Tidak kurang dan tidak lebih.

Jika kurang dari dua harakat tidak disebut mad thabi’i, dan jika lebih dari dua harakat juga tidak disebut sebagai mad thabi’i

Sebab Penamaan Mad Thabi’i

Sebab dinamakan mad thabi’i adalah karena orang yang mempunyai perangai (tabiat) yang baik, tidak akan menambah atau menguranginya dari dua harakat.

Sedangkan sebab dinamakan mad ashli adalah karena mad ini merupakan asal atau akar dari mad lainnya.

Pembagian Mad Thabi’i

Dari segi letaknya, mad ashli (thabi’i) dibagi menjadi dua; terletak pada kata yang disebut dengan mad thabi’i kalimi dan yang terdapat pada huruf disebut dengan mad thabi’i harfi

Mad Thabi’i Kalimi

Mad thabi’i artinya mad yang dibaca panjang 2 harakat bukan karena sebab hamzah atau sukun.

Sedangkan kalimi artinya kata

Sehingga mad thabi’i kalimi bisa diartikan mad yang dibaca panjang 2 harakat dan terdapat pada suatu kata. Contoh:

mad thabi'i

Bacaan panjang (mad) yang terdapat pada ayat di atas adalah mad thabi’i kalimi karena terdapat pada kata.

Mad thabi’i kalimi sendiri terbagi menjadi tiga bagian:

1. Mad yang selalu ada, baik ketika lanjut maupun berhenti.  Contoh:

2. Mad yang muncul saat berhenti (waqaf) saja, yaitu setiap kata yang diakhiri dengan fathatain kecuali pada ta’ marbuthah (ta’ bulat).

Mad ini disebut dengan mad Iwadh (bacaan panjang yang menggantikan fathatain yang dihilangkan sebab waqaf) dan dikelompokkan ke dalam mad thabi’i karena dibaca 2 harakat dan dibaca panjang bukan karena hamzah atau sukun. Contoh:

3. Mad yang muncul saat lanjut (washal) saja, yaitu apabila ada ha’ dhamir (kata ganti) yang terletak di antara dua huruf berharakat dan huruf setelahnya bukan hamzah.

Mad ini disebut dengan mad shilah qashirah dan dimasukkan ke dalam kategori mad ashli (thabi’i) karena dibaca panjang 2 harakat dan tidak disebabkan hamzah atau sukun. Contoh:

mad shilah qashirah

Penjelasan lengkap tentang mad shilah qashirah bisa klik di sini

Mad Thabi’i Harfi

Mad ashli thabi’i artinya mad yang dibaca panjang 2 harakat bukan karena sebab hamzah atau sukun.

Sedangkan harfi artinya huruf

Jadi, mad thabi’i harfi adalah mad yang dibaca panjang 2 harakat dan terdapat pada potongan huruf di awal surah. Huruf – huruf tersebut adalah ح , ي , ط , هـ, dan ر  yang tergabung ke dalam kalimat (حَيٌّ طَهُرَ) Contoh:

tha’ dan ha’ dibaca panjang 2 harakat (طَا هَا) [mad thabi’i harfi]

ya’ dibaca panjang 2 harakat (يَا سِيْن) [mad thabi’i harfi]

Hukum Mad Ashli / Thabi’i

Mad ashli harus dibaca panjang dua harakat, tidak boleh ditambah dan tidak boleh pula dikurangi.

Syeikh Abdul Fattah al-Murshifiy dalam kitab Hidayatul Qaari mengatakan: “Adapun ukuran panjang mad ashli (thabi’i) untuk semua jenisnya yang sudah disebutkan di atas dan dalam bentuknya yang berbeda-beda, maka dibaca dengan memanjangkan suaranya dengan kadar 2 harakat saja, dan ini merupakan ijma’ para qurra’ (ulama Alquran) baik itu mad ashli (thabi’i) yang selalu ada pada saat lanjut dan berhenti, atau mad yang muncul saat berhenti (waqaf) saja, atau mad yang muncul saat lanjut (washal) saja dan diharamkan secara syar’i mengurangi atau menambahi dari ketentuan 2 harakat ini.”  

Demikian pembahasan tentang mad ashli (thabi’i), semoga bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan semoga Allah senantiasa memudahkan dan menuntun kita semua untuk bisa membaca Alquran dengan baik dan benar, dan tidak terjatuh pada kesalahan yang bisa mengakibatkan perubahan makna Alquran.

Baca juga: Sifat Huruf Hijaiyah; Hal yang Harus Dikuasai Pembaca Alquran [2]

mad arid lissukun

Mad Arid Lissukun [Contoh, Pengertian dan Panjang Bacaannya]

mad arid lissukun

Mad arid lissukun adalah mad yang disebabkan oleh sukun dan menjadi bagian dari mad far’i. Selain itu, panjang mad arid juga melebihi mad thabi’i, sehingga tidak tergolong ke dalam mad thabi’i. Berikut penjelasan dan pemaparan dari mad aridl lissukun.

Pengertian Mad Arid Lissukun

Secara bahasa, mad berarti panjang.

Sedangkan aridl mempunyai artinya “muncul”,

dan lissukun artinya “karena sukun”.

Sehingga pengertian mad arid lissukun adalah “apabila ada huruf mad dan setelahnya ada huruf berharakat di akhir kata, kemudian waqaf (berhenti) pada kata tersebut, maka huruf akhir disukun sebab waqaf”.

Contoh Mad Arid Lissukun:

mad arid lissukun
mad arid lissukun
mad arid lissukun

Keterangan:

Yang diberi warna merah adalah mad alif, ya’ dan wau, sedangkan yang diberi warna hijau adalah huruf berharakat di akhir kata.

Apabila berhenti (waqaf) pada kata tersebut, huruf akhir yang berharakat diubah menjadi sukun.

Sebab Penamaan Mad Arid Lissukun

Sebab atau alasan mad ini dinamakan dengan mad aridl lissukun adalah:

Karena sukun muncul saat waqaf. Sehingga ketika huruf akhir diubah menjadi sukun, madnya (panjangnya) yang tadinya hanya dua harakat (mad thabi’i) berubah menjadi 2, 4 atau 6 harakat.

Panjang Mad Arid Lissukun

Hukum bacaan panjang pada mad aridl lissukun, boleh dibaca dengan 2, 4 atau 6 harakat menurut kesepakatan seluruh ulama qurra’ (ulama Alquran).

Adapun alasannya sebagai berikut:

1. Dibaca panjang 2 harakat karena mengikuti panjang aslinya, yaitu dua harakat (mad thabi’i) ketika lanjut.

2. Dibaca panjang 4 harakat karena adanya sukun yang muncul saat waqaf saja. Sehingga tidak dibaca seperti mad thabi’i, yaitu 2 harakat karena ada sukun dan tidak juga dibaca 6 harakat seperti mad lazim karena sukunnya bukan sukun asli. Pertengahan antara keduanya (2 dan 6 harakat); yaitu 4 harakat.

3. Dibaca panjang 6 harakat menyerupai mad lazim karena sebabnya hampir sama, yaitu mad bertemu sukun. Dibaca panjang 6 harakat bertujuan agar terhindar dari bertemunya dua sukun.

Catatan:

Apabila bacaan lanjut (tidak berhenti), harus dibaca panjang 2 harakat sebagai mad thabi’i.

Pembagian Mad Arid

Mad aridl lissukun dibagi menjadi beberapa bagian:

1. Mad aridl lissukun mutlak; yaitu apabila ada huruf mad dan setelahnya ada huruf berharakat di akhir kata, dan waqaf (berhenti) pada kata tersebut, maka huruf akhir disukun sebab waqaf.

Boleh dibaca panjang 2, 4 atau 6 harakat. Contoh:

Apabila lanjut, dibaca panjang dua harakat.

Apabila berhenti, boleh dibaca 2, 4 atau 6 harakat dengan mensukunkan huruf terakhir dan termasuk mad aridl lissukun

2. Mad muttashil arid lissukun; yaitu apabila sukun muncul pada hamzah setelah mad di satu kata atau waqaf (berhenti) pada bacaan mad wajib muttashil.

Dibaca panjang 4 atau 5 harakat sama seperti ketika washal (lanjut) dan boleh dibaca 6 harakat karena hamzah disukun. Contoh:

Apabila lanjut, dibaca panjang 4 atau 5 harakat dan termasuk mad wajib muttashil.

Apabila berhenti, dibaca 4 atau 5 harakat dan boleh juga dibaca 6 harakat dengan mensukunkan huruf hamzah.

3. Mad badal arid lissukun; yaitu apabila sukun muncul setelah huruf mad yang didahului hamzah di satu kata.

Dinamakan mad badal arid karena ketika lanjut adalah mad badal. Dibaca panjang 2, 4 atau harakat.

Contoh:

Apabila lanjut, dibaca panjang dua harakat dan termasuk mad badal.

Apabila berhenti, boleh dibaca 2, 4 atau 6 harakat dengan mensukunkan huruf terakhir.

Baca juga: Mad Badal [Definisi dan Sebab Penamaan Badal]

4. Mad lin arid lissukun; yaitu apabila sukun muncul setelah huruf lin di satu kata. Pembahasan mad lin secara terperinci akan dibahas setelah contoh berikut:

Mad Lin

Mad lin arid lissukun atau disebut mad lin saja adalah “apabila setelah huruf lin terdapat sukun yang muncul sebab waqaf”. Huruf lin adalah ya’ sukun atau wau sukun yang didahului fathah.

Contoh:

Catatan:

Yang diberi warna merah adalah huruf lin; ya’ sukun didahului fathah dan wau sukun yang didahului fathah.

Sebab Penamaan Lin

Kenapa dinamakan lin?

Dinamakan lin karena huruf tersebut keluar dengan lembut dan tidak berat di lisan, berbeda dengan huruf-huruf yang lain.

Ada juga yang mengatakan; karena di dua huruf lin ada bagian dari huruf mad, yaitu yang mudah diucapkan. Meskipun huruf lin dan huruf mad berbeda makhraj.

Huruf-huruf mad keluar dari rongga mulut dan tenggorokan, sedangkan huruf ya’ lin keluar dari tengah lidah dan wau lin keluar dari dua bibir.

Dan dua huruf lin lebih lemah dibanding dengan huruf mad.

Hukum Bacaan Mad Lin

Hukum bacaan huruf lin ketika waqaf (dengan mensukunkan huruf akhir) sama dengan mad arid lissukun; yaitu boleh dibaca 2, 4 atau 6 harakat.

Namun, ketika lanjut, huruf lin tidak dibaca panjang, tetapi dibaca pendek.

Sehingga sebutan mad lin hanya berlaku saat waqaf saja. Karena munculnya mad lin saat waqaf (berhenti).

Kesimpulan

Mad arid lissukun pada awalnya adalah mad thabi’i yang dibaca panjang 2 harakat saat lanjut. Namun, apabila waqaf atau berhenti, huruf akhirnya disukun dan boleh dibaca panjang 2, 4 atau 6 harakat.

Mad lin dan mad badal lin dihukumi sama dengan mad aridl lissukun ketika waqaf atau berhenti, boleh dibaca dengan panjang 2, 4 atau 6 harakat.

Namun, saat lanjut, huruf lin tidak dibaca panjang, sedangkan mad badal, dibaca panjang 2 harakat sama seperti mad thabi’i.

Untuk mad muttashil arid lissukun tetap harus dibaca panjang minimal 4 harakat ketika berhenti, boleh 5 atau 6 harakat, karena saat lanjut bacaan mad wajib muttashil tidak boleh kurang dari 4 harakat.

Demikian, penjelasan tentang mad arid lissukun dan contoh-contoh mad arid lissukun. Semoga penjelasan di atas bisa menambah wawasan pembaca tentang ragam bacaan mad. Apabila ada yang  masih kurang jelas, bisa ditanyakan di kolom komentar. wallahu a’lam bish shawab. [Wildan, Lc]

Baca Juga: Mad Wajib Muttashil [Pengertian dan Alasan Dibaca Panjang]