belajar mengaji pemula

Belajar Mengaji Pemula dengan Panduan Mudah dan Sistematis

belajar mengaji pemula

Belajar Mengaji Pemula Iqro– Mengaji adalah keterampilan penting bagi umat Muslim, tetapi banyak orang merasa kesulitan untuk memulai, terutama bagi pemula. Apakah Anda ingin belajar mengaji pemula dengan mudah? Artikel ini akan membantu Anda memahami cara belajar mengaji pemula secara online maupun offline dengan pendekatan yang sistematis dan cepat.

Mengapa Belajar Mengaji Itu Penting?

Belajar mengaji bukan hanya soal memahami huruf-huruf hijaiyah, tetapi juga tentang mendekatkan diri kepada Allah. Aktivitas ini memberikan kedamaian batin dan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas ibadah. Namun, bagi sebagian orang, terutama dewasa yang baru memulai, belajar mengaji bisa terasa berat dan menantang. Oleh karena itu, diperlukan metode belajar yang terstruktur agar perjalanan Anda menjadi lebih mudah.

Cara Belajar Mengaji Pemula dengan Mudah

Berikut adalah langkah-langkah praktis yang dapat membantu Anda untuk belajar mengaji:

1. Pahami Dasar-dasar Huruf Hijaiyah

Langkah pertama adalah mengenal huruf hijaiyah. Gunakan media seperti buku panduan yang menuntun Anda agar bisa membaca Alquran dengan cepat dan mudah. Seperti jika Anda belajar di lembaga Alquran Nubada, Anda akan memperoleh buku panduan belajar mengaji pemula dengan sistematis dan mudah difahami.

2. Gunakan Metode Belajar yang Sistematis

Pilih metode yang mengajarkan mulai dari pengenalan huruf, pengucapan, hingga cara membaca Al-Qur’an dengan tajwid. Metode yang digunakan Nubada sangat mudah dipahami, baik oleh anak-anak maupun orang dewasa, karena disusun secara bertahap dan juga berwarna. Sehingga banyak peserta yang terbantu dan sudah bisa membaca Alquran, meskipun sebelumnya belum mengenal huruf hijaiyah sama sekali.

3. Manfaatkan Teknologi untuk Belajar Online

Bagi Anda yang sibuk atau tidak memiliki akses ke pengajar langsung, belajar mengaji pemula online melalui Zoom atau platform lainnya adalah solusi terbaik. Kursus daring ini memungkinkan Anda mendapatkan bimbingan langsung dari pengajar berpengalaman tanpa harus keluar rumah. Anda juga dapat mengikuti kelas interaktif yang menyesuaikan jadwal Anda.

4. Bergabung dengan Kelas Mengaji Dewasa

Jika Anda merasa lebih nyaman belajar bersama kelompok, banyak lembaga pendidikan non formal menawarkan kelas belajar mengaji pemula dewasa. Di sini, Anda akan mendapatkan bimbingan langsung dari guru yang memahami tantangan belajar di usia dewasa dan memberikan pendekatan yang sesuai.

5. Latihan Konsisten dengan Bimbingan Guru

Seperti keterampilan lainnya, belajar mengaji membutuhkan latihan rutin. Namun, belajar mandiri tanpa bimbingan guru sering kali menyebabkan kesalahan yang sulit diperbaiki. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk belajar di bawah arahan seorang guru. Guru yang berpengalaman dapat membantu Anda memahami tajwid, melafalkan huruf dengan benar, dan memberikan koreksi langsung.

Keuntungan Belajar Mengaji dengan Sistematis dan Cepat

Pendekatan yang sistematis tidak hanya membantu Anda belajar dengan mudah tetapi juga memastikan Anda memahami setiap tahapan dengan benar. Dengan metode ini, Anda dapat:

  • Memahami pelafalan yang tepat.
  • Belajar tajwid tanpa merasa kewalahan.
  • Meningkatkan kepercayaan diri dalam membaca Al-Qur’an.

Tips untuk Tetap Termotivasi

  • Tetapkan tujuan belajar yang jelas.
  • Berikan penghargaan kecil untuk setiap pencapaian.
  • Cari mentor atau teman belajar untuk saling mendukung.
  • Ingatkan diri Anda akan pentingnya belajar dengan guru untuk mendapatkan pemahaman yang benar.

Kesimpulan

Belajar mengaji pemula iqro, baik untuk anak-anak maupun dewasa, dapat dilakukan dengan mudah jika menggunakan metode yang tepat. Anda bisa memanfaatkan teknologi untuk belajar mengaji pemula online melalui Zoom atau platform lainnya, atau bergabung dengan kelas mengaji offline. Dengan pendekatan yang sistematis dan cepat, serta bimbingan dari guru yang berpengalaman, perjalanan Anda dalam membaca Al-Qur’an akan menjadi lebih menyenangkan dan bermakna.

Jadi, tunggu apa lagi? Jangan belajar sendiri, temukan guru mengaji terpercaya dan mulailah perjalanan belajar mengaji pemula hari ini untuk mendekatkan diri kepada Allah!

Informasi selengkapnya mengenai program bimbingan, bisa klik di sini atau hubungi kami di:

pengertian mad shilah qashirah adalah

Pengertian Mad Shilah Qashirah dan Mad Shilah Thawilah

pengertian mad shilah qashirah adalah

Pengertian Mad shilah qashirah dan contoh mad shilah qashirah akan di jelaskan secara mendetail pada artikel ini ini.

Mad shilah qashirah adalah mad yang dibaca panjang dua harakat dan dikategorikan sebagai mad thabi’i sebagaimana pada pembahasan sebelumnya (pembahasan mad thabi’i). Hal itu disebabkan, karena mad shilah qashirah merupakan mad yang dibaca panjang 2 harakat dan dibaca panjang bukan karena sebab sukun atau hamzah.  Selain disebut sebagai mad shilah qashirah, mad ini juga disebut dengan mad shilah shugra

Pengertian Mad Shilah Qashirah

Mad secara bahasa memiliki arti tambahan atau juga panjang.

Shilah secara bahasa bisa dimaknai dengan “lanjut”. Artinya mad tidak akan muncul kecuali ketika dibaca lanjut, atau dengan kata lain, tidak dibaca panjang (mad) kalau tidak lanjut.

Qashirah secara bahasa diartikan pendek. Tetapi dalam istilah tajwid, qashirah bisa berarti dibaca panjang 2 harakat.

Sehingga Mad Shilah Qashirah bisa diartikan dengan: “ha’ dhamir (kata ganti) yang dibaca panjang 2 harakat ketika lanjut, dengan syarat ha’ dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat”.

Ha’ dhamir adalah ha’ yang merupakan kata ganti orang ketiga (nya). Maka, jika huruf ha’ adalah huruf asli dari suatu kata (bukan kata ganti), maka tidak termasuk dalam kategori mad ini. Seperti huruf ha’ yang terdapat pada kata;  نَفْقَهُ , يَنْتَهِ , فَوَاكِهُ

Pada dasarnya ha’ dhamir atau ha’ kinayah berharakat dhammah (لَهُ). Akan tetapi, berubah menjadi kasrah apabila didahului huruf berharakat kasrah (بِهِ) atau ya’ (عَلَيْهِ).

Sebab Penamaan Mad Shilah Qashirah

Sebab dinamakan mad shilah karena bacaan panjang (mad) tidak akan terwujud kecuali ketika dibaca lanjut (washal atau shilah) dan juga karena ha’ dhamir disambung dengan mad wau atau mad ya ketika dibaca lanjut.

Dinamakan qashirah karena dibaca panjang 2 harakat.

Nama lain dari mad shilah qashirah adalah mad shilah shugra. Shugra artinya kecil, yaitu mad shilah yang hanya dibaca panjang dua harakat saja. Berbeda dengan mad shilah kubra (besar), yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat.

Letak Ha’ Dhamir dan Cara Membacanya

Ha’ dhamir atau ha’ kinayah terkadang dibaca panjang (mad), terkadang juga dibaca pendek, tergantung letak dan posisi ha’ dhamir pada suatu kata.

Letak ha’ dhamir dan cara membacanya terbagi menjadi 4 macam :

1.Terletak di antara dua sukun (huruf mad dikategorikan sebagai sukun).  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang) ketika lanjut

2. Terletak di antara dua huruf berharakat. Inilah Contoh Mad Shilah Qashirah.  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca panjang 2 harakat jika lanjut

3. Terletak pada huruf yang sebelumnya berharakat, tetapi sesudahnya sukun.  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang), ketika lanjut.

4. Terletak pada huruf yang sebelumnya sukun dan sesudahnya berharakat.  Contoh:

mad shilah qashirah

Cara membacanya: ha’ dhamir dibaca pendek (tidak panjang), ketika lanjut.

Bacaan di Luar Kaidah

Dalam riwayat Hafsh dari imam Ashim, ada beberapa bacaan yang dibaca di luar kaidah sebagaimana yang tadi disebutkan di atas.

1. Pada kaidah kedua; apabila ha’ dhamir diapit dua huruf berharakat, ha’ dhamir dibaca panjang 2 harakat. Namun, ada beberapa bacaan yang merupakan pengecualian dari kaidah ini:

a. Huruf ha’ pada kata ( أَرْجِهْ )  adalah ha’ dhamir, tetapi tidak dibaca panjang meskipun diapit oleh dua huruf berharakat.

Kata ini terdapat dalam surah al-A’raf ayat 111

dan surah asy-Syu’araa ayat 37

b. Huruf ha’ pada kata ( أَلْقِهْ ) di surah an-Naml ayat 28  juga tidak dibaca panjang, padahal termasuk ha’ dhamir.

c. Huruf ha’ dhamir pada kata ( يَرْضَهُ ) tidak dibaca panjang, tetapi justru dibaca pendek. Padahal ha’ dhamir terletak diantara dua huruf berharakat.

Kata ( يَرْضَهُ ) terletak dalam surah az-Zumar ayat 7

mad shilah qashirah

Penjelasan dari Bacaan Di Luar Kaidah Kedua

a. Sebab ha’ dhamir di sukun pada kata ( أَرْجِهْ ) dan ( أَلْقِهْ ) karena ada sebagian kabilah Arab yang membacanya dengan mensukunkan ha’ dhamir apabila didahului huruf berharakat.

b. Sedangkan ha’ dhamir dibaca pendek pada kata ( يَرْضَهُ ), karena untuk meringankan bacaan dan tidak disukun karena ha’ –nya akan menjadi samar (tidak jelas). Demikian penjelasan dalam syarh at-Thayyibah lin-Nuwairi.

Ada juga yang berpendapat bahwa ha’ dhamir pada kata ( يَرْضَهُ ) dibaca pendek karena aslinya (يَرْضَاهُ  ) sehingga ha’ dibaca pendek karena didahului sukun.

2. Bacaan di luar kaidah yang berikutnya, terdapat pada kaidah keempat; apabila ha’ dhamir didahului sukun, ha’ dhamir dibaca pendek. Namun, kata ( فِيهِ ) pada surah al-Furqan ayat 69 justru dibaca panjang .

Catatan:

1. Ha’ isim isyarah pada kata (  هَذِهِ ) dikategorikan sebagai ha’ dhamir. Sehingga cara membacanya sama seperti ha’ dhamir. dan dimasukkan ke dalam contoh mad shilah qashirah

Dibaca panjang dua harakat apabila terletak di antara dua huruf berharakat dan dibaca pendek jika terletak di antara huruf yang salah satunya adalah sukun.

2. Untuk sebab atau alasan pada penjelasan bacaan di luar kaidah, tidak lah menjadi dasar suatu bacaan Alquran dibaca panjang atau pendek.

Karena yang menjadi patokannya adalah adanya contoh dari Rasulullah. Sebab, bacaan Alquran bersifat tauqifi, harus mengikuti contoh bacaan dari Rasulullah yang kemudian dilanjutkan ke generasi berikutnya.

3. Setiap ha’ dhamir yang dibaca panjang, ditandai dengan wau kecil jika ha’ dhamir berharakat dhammah. Dan ditandai ya’ kecil, jika ha’ dhamir berharakat kasrah. Ini merupakan tanda yang terdapat dalam mushaf standar Madinah.

Adapun dalam mushaf standar Indonesia ditandai dengan dhammah terbalik, jika ha’ dhamir berharakat dhammah. Dan ditandai dengan harakat panjang dibawah ha’, jika ha’ dhamir berharakat kasrah.

Mad Shilah Thawilah

Setelah tadi membahas tentang mad shilah qashirah. Sekarang kita lanjutkan pembahasan kita tentang mad shilah thawilah.

Pengertian Mad Shilah Thawilah

Mad secara bahasa memiliki arti tambahan atau juga panjang.

Shilah secara bahasa bisa dimaknai dengan “lanjut”. Artinya mad tidak akan muncul kecuali ketika dibaca lanjut, atau dengan kata lain, tidak dibaca panjang (mad) kalau tidak lanjut.

Thawilah secara bahasa diartikan panjang. Yang dimaksud panjang di sini adalah lebih dari 2 harakat.

Sehingga Mad Shilah Thawilah bisa diartikan dengan: “ha’ dhamir (kata ganti) yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat ketika lanjut, dengan syarat ha’ dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat dan huruf kedua nya adalah hamzah”.

Contoh:

mad shilah thawilah
mad shilah thawilah

Sebab Penamaan Mad Shilah Thawilah

Sebab dinamakan mad shilah karena bacaan panjang (mad) tidak akan terwujud kecuali ketika dibaca lanjut (washal atau shilah) dan juga karena ha’ dhamir disambung dengan mad wau atau mad ya ketika dibaca lanjut.

Dinamakan thawilah karena dibaca panjang lebih dari 2 harakat.

Selain disebut dengan mad shilah thawilah, mad ini juga disebut dengan mad shilah kubra. Kubra artinya besar, yaitu mad shilah yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat, lebih besar dibanding dengan mad shilah shugra yang hanya 2 harakat saja.

Panjang Mad Shilah Thawilah

Mad shilah thawilah boleh dibaca panjang 2, 4 atau 5 harakat sama seperti mad jaiz munfashil. Hanya saja, ada ketentuan yang harus diperhatikan ketika membaca panjang 2 harakat. Untuk ketentuan kapan boleh dibaca panjang 2 harakat dan kapan dibaca pajnag 4 atau 5 harakat, insya Allah akan kita bahas pada saat pembahasan mad jaiz munfashil. Wallahu a’lam.

Baca juga: Mad Jaiz Munfashil [Makna dan Hukum Panjang Bacaannya]

Demikian pengertian mad shilah qashirah dan contoh mad shilah qashirah dan juga pembahasan tentang mad shilah thawilah. Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan pemahaman tentang pengertian mad shilah dan membuat pembaca faham cara membacanya, baik saat lanjut maupun saat waqaf (berhenti).

Mari tetap bersemangat untuk belajar membaca Alquran dengan benar, karena dengan bacaan yang benar, hati tenang dan agar Allah –ta’ala– menurunkan rahmat-Nya kepada kita semuanya.

Baca Juga: Mad Thabi’i; Ketentuan Bacaan yang Tidak Boleh Diabaikan

mad thabi'i

Mad Thabi’i; Ketentuan Bacaan yang Tidak Boleh Diabaikan

mad thabi'i

Mad thabi’i adalah salah satu bagian penting dan harus diperhatikan dalam membaca Alquran. Mengabaikan mad thabi’i bisa berakibat pada masuknya seorang pembaca pada lahn jaliy (kesalahan jelas) yang mana kesalahan ini bisa berakibat pada perubahan makna. Misal; jika ada bacaan yang harusnya dibaca panjang justru dibaca pendek atau bacaan pendek malah dibaca panjang.

Pembaca sekalian, sebelum kita lebih jauh membahas tentang mad thabi’i, mari kita fahami dulu apa pengertian mad dan apa makna dari kata “thabi’i” itu sendiri. Hal ini bertujuan agar pembaca bisa mengenal lebih baik tentang mad thabi’i.

Pengertian Mad

Mad secara bahasa memiliki arti az-ziyaadah [tambahan]

Sedangkan menurut istilah tajwid, mad adalah memanjangkan suara dengan huruf dari huruf mad dan lin* atau salah satu dari dua huruf lin**.

Huruf mad dan lin adalah

Alif yang didahului fathah

mad thabi'i

Ya’ sukun yang didahului kasrah

mad thabi'i

dan Wau sukun yang didahului dhammah.

mad thabi'i

Dua huruf lin adalah wau sukun yang didahului fathah dan ya’ sukun yang didahului fathah.

Panjang Bacaan Mad

Untuk mengukur panjangnya mad, para ulama menganalogikan panjang atau lamanya suatu bacaan dengan harakat. Harakat adalah durasi (lamanya waktu) ketika mengucapkan suatu huruf; baik itu fathah, kasrah atau pun dhammah. Contoh:

Setiap huruf yang diberi harakat (seperti بَ) dihitung sebagai satu harakat. Misalnya, jika ada huruf بَ, maka itu dianggap sebagai satu hitungan harakat.

Jika terdapat dua huruf dengan harakat, seperti بَ بَ, maka hitungannya menjadi dua harakat. Setiap huruf yang memiliki harakat dihitung secara terpisah, sehingga dua huruf berarti dua harakat.

Begitu juga dengan tiga huruf berharakat, seperti بَ بَ بَ, hitungannya menjadi tiga harakat. Setiap huruf yang diberi harakat tetap dihitung sebagai satu harakat, sehingga tiga huruf berarti tiga harakat.

Prinsip ini berlaku seterusnya untuk setiap huruf yang diberi harakat. Setiap tambahan huruf berharakat akan menambah satu hitungan harakat. Dengan demikian, hitungan harakat selalu mengikuti jumlah huruf yang diberi harakat.

Pembagian Mad

Secara garis besar, mad dibagi menjadi dua macam, yaitu mad Ashli (mad thabi’i) dan mad far’i

Mad Thabi’i

Mad thabi’i atau bisa juga disebut dengan mad ashli, adalah mad yang mana setiap huruf yang dibaca panjang tidak bisa terlepas dari mad ini (mad ashli) dan mad yang tidak disebabkan karena hamzah atau sukun.

Yang dimaksud dengan: “setiap huruf yang dibaca panjang tidak bisa terlepas dari mad ini (mad ashli)” adalah bahwa pada dasarnya, setiap huruf yang dibaca panjang adalah mad ashli atau mad thabi’i (jika setelahnya tidak ada hamzah atau sukun).

Mad thabi’i dibaca panjang 2 (dua) harakat. Tidak kurang dan tidak lebih.

Jika kurang dari dua harakat tidak disebut mad thabi’i, dan jika lebih dari dua harakat juga tidak disebut sebagai mad thabi’i

Sebab Penamaan Mad Thabi’i

Sebab dinamakan mad thabi’i adalah karena orang yang mempunyai perangai (tabiat) yang baik, tidak akan menambah atau menguranginya dari dua harakat.

Sedangkan sebab dinamakan mad ashli adalah karena mad ini merupakan asal atau akar dari mad lainnya.

Pembagian Mad Thabi’i

Dari segi letaknya, mad ashli (thabi’i) dibagi menjadi dua; terletak pada kata yang disebut dengan mad thabi’i kalimi dan yang terdapat pada huruf disebut dengan mad thabi’i harfi

Mad Thabi’i Kalimi

Mad thabi’i artinya mad yang dibaca panjang 2 harakat bukan karena sebab hamzah atau sukun.

Sedangkan kalimi artinya kata

Sehingga mad thabi’i kalimi bisa diartikan mad yang dibaca panjang 2 harakat dan terdapat pada suatu kata. Contoh:

mad thabi'i

Bacaan panjang (mad) yang terdapat pada ayat di atas adalah mad thabi’i kalimi karena terdapat pada kata.

Mad thabi’i kalimi sendiri terbagi menjadi tiga bagian:

1. Mad yang selalu ada, baik ketika lanjut maupun berhenti.  Contoh:

2. Mad yang muncul saat berhenti (waqaf) saja, yaitu setiap kata yang diakhiri dengan fathatain kecuali pada ta’ marbuthah (ta’ bulat).

Mad ini disebut dengan mad Iwadh (bacaan panjang yang menggantikan fathatain yang dihilangkan sebab waqaf) dan dikelompokkan ke dalam mad thabi’i karena dibaca 2 harakat dan dibaca panjang bukan karena hamzah atau sukun. Contoh:

3. Mad yang muncul saat lanjut (washal) saja, yaitu apabila ada ha’ dhamir (kata ganti) yang terletak di antara dua huruf berharakat dan huruf setelahnya bukan hamzah.

Mad ini disebut dengan mad shilah qashirah dan dimasukkan ke dalam kategori mad ashli (thabi’i) karena dibaca panjang 2 harakat dan tidak disebabkan hamzah atau sukun. Contoh:

mad shilah qashirah

Penjelasan lengkap tentang mad shilah qashirah bisa klik di sini

Mad Thabi’i Harfi

Mad ashli thabi’i artinya mad yang dibaca panjang 2 harakat bukan karena sebab hamzah atau sukun.

Sedangkan harfi artinya huruf

Jadi, mad thabi’i harfi adalah mad yang dibaca panjang 2 harakat dan terdapat pada potongan huruf di awal surah. Huruf – huruf tersebut adalah ح , ي , ط , هـ, dan ر  yang tergabung ke dalam kalimat (حَيٌّ طَهُرَ) Contoh:

tha’ dan ha’ dibaca panjang 2 harakat (طَا هَا) [mad thabi’i harfi]

ya’ dibaca panjang 2 harakat (يَا سِيْن) [mad thabi’i harfi]

Hukum Mad Ashli / Thabi’i

Mad ashli harus dibaca panjang dua harakat, tidak boleh ditambah dan tidak boleh pula dikurangi.

Syeikh Abdul Fattah al-Murshifiy dalam kitab Hidayatul Qaari mengatakan: “Adapun ukuran panjang mad ashli (thabi’i) untuk semua jenisnya yang sudah disebutkan di atas dan dalam bentuknya yang berbeda-beda, maka dibaca dengan memanjangkan suaranya dengan kadar 2 harakat saja, dan ini merupakan ijma’ para qurra’ (ulama Alquran) baik itu mad ashli (thabi’i) yang selalu ada pada saat lanjut dan berhenti, atau mad yang muncul saat berhenti (waqaf) saja, atau mad yang muncul saat lanjut (washal) saja dan diharamkan secara syar’i mengurangi atau menambahi dari ketentuan 2 harakat ini.”  

Demikian pembahasan tentang mad ashli (thabi’i), semoga bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan semoga Allah senantiasa memudahkan dan menuntun kita semua untuk bisa membaca Alquran dengan baik dan benar, dan tidak terjatuh pada kesalahan yang bisa mengakibatkan perubahan makna Alquran.

Baca juga: Sifat Huruf Hijaiyah; Hal yang Harus Dikuasai Pembaca Alquran [2]